Ia Berdiri Sendirian

Jangan biarkan hidup mematahkan semangatmu; setiap orang yang mengalami kegagalan harus memulai dari awal
-Richard L. Evans




Pacarku memutuskan hubungan kami. Seorang pemuda yang sudah bersamaku selama empat tahun, satu-satunya orang yang bisa kubayangkan menjadi pendamping hidupku, mengatakan bahwa ia tidak mau lagi bersamaku.

Aku butuh waktu berhari-hari untuk merayap turun dari ranjang, bermingg-minggu sebelum berhenti menangis. Masa depanku, yang dulu terlihat cerah, sekarang sama sekali hampa. Aku berniat berhenti sekolah. Aku tak sanggup membayangkan melakukan apapun tanpa ada ia di sampingku. Keluargaku sudah tidak tau harus berbuat apa. Mereka mencoba bersikap keras demi kebaikanku. Tidak ada yang mempan.

Lalu aku mulai bersepeda. Pada awalnya hanya beberapa kilometer setiap malam, dan akhirnya aku berusaha menempuh sedikit lebih jauh setiap hari. Bersepeda sesaat mengalihkan perhatianku. Semakin besar tenaga yang kukeluarkan, semakin sedikit aku memikirkan patah hatiku. Tapi saat aku berbaring di ranjang pada malam hari, rasa sakit itu masih kembali menerpa.

Akhirnya kegiatan bersepeda membawaku melewati sebatang pohon elm yang tinggi agung. Aneh rasanya melihat sebatang pohon yang sudah tua di area ini, karena boleh dibilang semua sudah musnah di awal abad oleh penyakit elm Belanda. Aku mulai berpikir, apa yang membuat pohon ini begitu berbeda? Mengapa pohon ini bertahan hidup sedangkan begitu banyak yang lain tidak? Setiap malam aku bersepeda melewati pohon itu, dan dan setiap malam aku berhenti dengan hati bertanya-tanya.

Suatu malam ketika aku melewati pohon itu, bait-bait puisi bermunculan dalam kepalaku. Ketika kembali sampai di rumah, aku sudah mempunyai satu puisi lengkap, siap diketik dan digantungkan di dinding.

Ia berdiri sendirian, tinggi dan sejati
Gambaran sempurna kesendirian hati
Jiwa wanita terbungkus kulit kayu
Dengan tungkai yang bergerak dengan lengkung ayu
Sendirian ia menghadang badai hidup
Angin, hujan, penyakit, semua tak saggup
Yang lain menyerah, tapi tidak, tidak dirinya
Dan di sanalah ia berdiri, dilihat semua
Ia telah ditempa kesulitan dan kadang rapuh
Tapi ia behasil melewatinya, dan tetap tumbuh
Seperti dirinya kau juga mengenal duka dan derita
Aku sudah merasakan angin dan hujan menerpa
Dan seperti ia juga, aku masih berdiri menjulang tinggi
Meski hidup mungkin mengalahkanku
Hidup mungkin menghantamku, aku mungkin kadang rapuh
Tapi pada akhirnya aku juga akan tumbuh
Setiap badai yang menghadang menambah upaya
Dan di balik kulit ini jiwaku berjaya
Pohon elm dan aku, kami tahu apa yang harus dilakukan
Kami mengandalkan diri sendiri, da nberhasil menaklukkan.


Aku tidak berhenti sekolah, tapi di hadapanku masih ada masa-masa sulit. Setiap kali merasa dunia seolah menentangku, aku membaca pusisiku. Aku membingkainya dan menggantungnya di dinding kamarku, bersama foto pohon besar itu. Malam itu aku belajar satu hal penting: aku harus mengandalkan diriku snediri untuk menjadi lebih kuat melalui upaya keras. Aku menerima kenyataan bahwa aku akan melewatinya, dan seperti pohon itu, aku akan berdiri semakin kuat serta terus hidup.

Kelly Cook



Canfield, Jack dkk, 2001, Chicken Soup for Teenage Soul III, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama.

Comments

Popular Posts