Monolog Kamis Malam
Sepulang dari kampus pada hari yang melelahkan di
kantor seharian. Aku memilih memilih berjalan bersama guyuran hujan sepanjang
jalan pulang. Habis maghrib kala itu. Di tengah jalan aku mulai kedinginan
meskipun memakai jas hujan. Lalu didepan motorku sebuah mobil pickup dengan
model bak terbuka berjalan melambat. Kuperhatikan ternyata ada seorang lelaki
paruh baya di sana. Duduk diam dengan berpayung sebuah tangga yang diletakkan
di atas mobil. Percuma. Tapi ia di sana, duduk menerima setiap tetes demi tetes
yang membasahi wajah, baju, dan sepatu boats-nya. Bibirnya membiru, mungkin
sudah terlalu lama perjalanan mereka. Tapi ia seperti tidak peduli pada
keadaannya, dan keadaan di sekelilingnya. Mungkin dalam pikirannya hanya ingin
pulang dan beristirahat.
Lama aku memperhatikan pria itu. Hingga aku
tersadarbahwa bukan hanya aku yang berjuang hari ini. Tapi juga dia. Dan banyak
orang lainnya. Aku mengeluh dan menangisi betapa susah hidup dengan sedikit
harapan. Tapi mungkin saja ada beberapa orang bahkan harus hidup tanpa memiliki
pilihan. Seperti pria yang duduk di belakang mobil itu. Bangku di depan sudah
terisi tiga orang dan ia tidak memiliki pilihan selain duduk di tempatnya
sekarang. Atau ia tidak bisa pulang.
Pada akhirnya yang memberikan semangat bukanlah
orang-orang terdekat. Dengan membuka mata dan memperhatikan sekeliling, aku bisa
mendapatkan inspirasi dan motivasi untuk menyelesaikan hari ini dengan penuh
syukur dan senyuman.
Semoga hari esok lebih baik.
-17 Oktober 2021-
Comments
Post a Comment
mohon beri komentar yang tidak mengandung SARA, pornografi, kat-kata kasar ya.